Sabtu, 07 Mei 2011

LAPORAN ILMIAH ETIKA BISNIS FENOMENA SAUS BOTOL PALSU


LAPORAN ILMIAH ETIKA BISNIS
FENOMENA SAUS BOTOL PALSU

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Bisnis




 




         Disusun Oleh:
                           Arinta Dwi Amnesti            (04)

2 AB A

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS
JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2011


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG MASALAH

      Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.
      Tumbuhnya perusahaan-perusahaan besar berupa grup-grup bisnis raksasa yang memproduksi barang dan jasa melalui anak-anak perusahaannya yang menguasai pangsa pasar yang secara luas menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat banyak, khususnya pengusaha menengah ke bawah. Kekhawatiran tersebut menimbulkan kecurigaan telah terjadinya suatu perbuatan tidak wajar dalam pengelolaan bisnis mereka dan berdampak sangat merugikan perusahaan lain.
      Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Demikian pula sering terjadi perbuatan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pihak birokrat dalam mendukung usaha bisnis pengusaha besar atau pengusaha keluarga pejabat.
      Peluang-peluang yang diberikan pemerintah pada masa orde baru telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya.
Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis dari hulu ke hilir.
      Dengan lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis.  Contohnya adalah kasus fenomena saus botol palsu.

1.2  RUMUSAN MASALAH
            Dari latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam laporan ilmiah ini adalah:
1.      Apa itu Etika Bisnis?
2.      Apakah saja dampak negatif dari pemalsuan saus-saus botol ini?
3.      Apakah yang menjadi justifikasi kasus


BAB II
LANDASAN TEORI

2.3.   Pengertian Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para kompetitor. Etika itu sendiri merupakan dasar moral, yaitu nilai-nilai mengenai apa yang baik dan buruk serta berhubungan dengan hak dan kewajiban moral.
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1.Prinsip Otonomi
Yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.

2.Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).

3.Prinsip Keadilan
Bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.

4.Prinsip Saling Menguntungkan
Agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
 
5.Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM, Manajemen, Modal dan Teknologi.
Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.
            Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak, pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.
            Etika sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktikan ataujustru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalahpemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara filosofietika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas. Terdapat tiga bidang dengan fungsi dan perwujudannya yaitu pertama, etika deskriptif (descriptive ethics), dalam konteks ini secara normatif menjelaskan pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk mengetahui motivasi, kemauan dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku manusia.
            Kedua, etika normatif (normative ethics), yang berusaha menjelaskan mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip dari kehidupan manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk memberikan arti istilah danbahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang dipakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Meta etika mempertanyakan makna yang dikandung oleh istilah-istilah kesusilaan yang dipakai untuk membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan (Bambang Rudito dan Melia Famiola: 2007).
             Apa yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk pengambilan keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi mengenai pelanggaran etika atau moral. Karenanya kita berasumsi bahwa suatu organisasi etis, merasa terikat dan dapat mendirikan beberapa struktur yang memeriksa prosedur untuk mendorong oraganisasi ke arah etika dan moral bisnis. Organisasi memiliki kode-kode sebagai alat etika perusahaan secara umum. Tetapi timbul pertanyaan: dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah laku etis pada pihak manajerial-manajerial pembuat keputusan? (Laura Pincus hartman:1998). Alasan mengejar keuntungan, atau lebih tepat, keuntungan adalah hal pokok bagi kelangsungan bisnis merupakan alasan utama bagi setiap perusahaan untuk berprilaku tidak etis. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk, bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena pertama, secara moral keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan (survive) dalam kegiatan bisnisnya. Kedua, tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Ketiga, keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan survive melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan (expansi) perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru. Dalam mitos bisnis amoral diatas sering dibayangkan bisnis sebagai sebuah medan pertempuran. Terjun ke dunia bisnis berarti siap untuk betempur habis-habisan dengan sasaran akhir yakni meraih keuntungan, bahkan keuntungan sebesar-besarnya secara konstan. Ini lebih berlaku lagi dalam bisnis global yang mengandalkan persaingan ketat. Pertanyaan yang harus dijawab adalah, apakah tujuan keuntungan yang dipertaruhkan dalam bisnis itu bertentangan dengan etika? Atau sebaliknya apakah etika bertentangan dengan tujuan bisnis mencari keuntungan? Masih relevankah kita bicara mengenai etika bagi bisnis yang memiliki sasaran akhir memperoleh keuntungan? Dalam mitos bisnis modern para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang profesional di bidangnya. Mereka memiliki keterampilan dan keahlian bisnis melebihi orang kebanyakan, ia harus mampu untuk memperlihatkan kinerja yang berada diatas rata-rata kinerja pelaku bisnis amatir. Yang menarik kinerja ini tidak hanya menyangkut aspek bisnis, manajerial, dan organisasi teknis semata melainkan juga menyangkut aspek etis. Kinerja yang menjadi prasarat keberhasilan bisnis juga menyangkut komitmen moral,
integritas moral, disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, sikap mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan pihak-pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders), yang lama kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan. Perilaku Rasulullah SAW yang jujur transparan dan pemurah dalam melakukan praktik bisnis merupakan kunci keberhasilannya mengelola bisnis Khodijah ra, merupakan contoh kongkrit tentang moral dan etika dalam bisnis.
Dalam teori Kontrak Sosial membagi tiga aktivitas bisnis yang terintegrasi. Pertama adalah Hypernorms yang berlaku secara universal yakni ; kebebasan pribadi, keamanan fisik & kesejahteraan, partisipasi politik, persetujuan yang diinformasikan, kepemilikan atas harta, hak-hak untuk penghidupan, martabat yang sama atas masing-masing orang/manusia. Kedua, Kontrak Sosial Makro, landasan dasar global adalah; ruang kosong untuk muatan moral, persetujuan cuma-cuma dan hak-hak untuk diberi jalan keluar, kompatibel dengan hypernorms, prioritas terhadap aturan main. Ketiga, Kontrak Sosial Mikro, sebagai landasan dasar komunitas; tidak berdusta dalam melakukan negosiasi-negosiasi, menghormati semua kontrak, memberi kesempatan dalam merekrut pegawai bagi penduduk lokal, memberi preferensi kontrak para penyalur lokal, menyediakan tempat kerja yang aman (David J. Frizsche: 1997) Dalam semua hubungan, kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan diciptakan dari kejujuran. Kejujuran adalah satu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk dicapai didalam bisnis, keluarga, atau dimanapun gelanggang tempat orang-orang berminat untuk melakukan persaingan dengan pihak-pihak lain. Selagi kita muda kita diajarkan, di dalam tiap-tiap kasus ada kebajikan atau hikmah yang terbaik. Kebanyakan dari kita didalam bisnis mempunyai satu misi yang terkait dengan rencana-rencana. Kita mengarahkan energi
dan sumber daya kita ke arah tujuan keberhasilan misi kita yang kita kembangkan sepanjang perjanjian-perjanjian. Para pemberi kerja tergantung pada karyawan, para pelanggan tergantung pada para penyalur, bank-bank tergantung pada peminjam dan pada setiap pelaku atau para pihak sekarang tergantung pada para pihak terdahulu dan ini akan berlangsung secara terus menerus. Oleh karena itu kita menemukan bahwa bisnis yang berhasil dalam masa yang panjang akan cenderung untuk membangun semua hubungan
atas mutu, kejujuran dan kepercayaan (Richard Lancaster dalam David Stewart: 1996)

Dampak Negatif Pemalsuan saus-saus ini
Saya melihat sendiri cuplikan tayangan Reportase sore di Trans TV pada tanggal 16 Desember 2005.
 Ini fakta di lapangan, dengan kamera tersembunyi Trans TV telah mengambil gambar para pemulung yang mengumpulkan nasi nasi yang sudah basi yang dibuang ke tempat sampah. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi mereka juga mengumpulkan cabai cabai dan bawang bawang busuk untuk diolah lagi menjadi saos tomat atau saos cabai yang dijual di pasar-pasar traditional, bahkan juga di gunakan oleh pedagang-pedagang mie atau warteg-warteg.
Prosesnya ialah, para pemulung mengumpulkan bahan bahan tersebut yang sudah busuk dan yang sudah dimakan belatung. Kemudian dijual kepada industri kecil yang membuat saos-saos botol tersebut. Yang mengejutkan lagi ialah bagaimana cara mereka mengolahnya, yaitu dengan menggiling semua cabai-cabai busuk itu, dengan yang ada belatungnya ikut digiling, lalu untuk mengentalkan saosnya bukan dengan tomat melainkan dicampur umbi-umbian atau pepaya busuk. Dan untuk supaya kelihatan merah, mereka tambahkan perwarna sintetis yang biasa digunakan untuk bahan pewarna pakaian.
Setelah diproses, semua bahan dicampur lalu dimasak dan terakhir disaring. Untuk botol-botolnya mereka juga menggunakan botol botol bekas (yang dikumpulkan dari para pemulung). Bisa dibayangkan botol-botol tersebut tidak hanya botol bekas sirup tapi juga botol bekas bahan kimia lain.
Kemudian, apa yang akan terjadi kemudian?
Tentu  saja akan bermunculan macam-macam penyakit yang akan menyerang tubuh dan kerusakan otak. Bayangkan jika itu terjadi pada anak-anak Kita? Akan jadi apa negara ini?

2.2  Justifikasi Kasus
Etika Bisnis apa yang bagaimana yang bisa menjadi pedoman Kita?
Menggunakan cara pandang BLUE OCEAN STRATEGY:
a). Mencapainya harus sesuai dengan aturan hukum dan norma yang berlaku dimasyarakat.
b). Memandang untuk memenangkan persaingan maka perusahaan harus lebih baik (melakukan inovasi).
Cara pandang ini akan melahirkan etika yang baik dalam berbisnis.

Etika Bisnis dalam Islam
            Etika bisnis lahir di Amerika pada tahun 1970 an kemudian meluas ke Eropa tahun 1980an dan menjadi fenomena global di tahun 1990 an jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan yang membicarakan masalah-masalah moral dari bisnis, sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis disekitar bisnis, dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang meliputi dunia bisnis di Amerika Serikat, akan tetapi ironisnya justru negara Amerika yang paling gigih menolak kesepakatan Bali pada pertemuan negara-negara dunia tahun 2007 di Bali.
            Ketika sebagian besar negara-negara peserta mempermasalahkan etika industri negara-negara maju yang menjadi sumber penyebab global warming agar dibatasi, Amerika menolaknya. Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam AlQur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275). ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW:
             ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”. Dawam Rahardjo justru mencurigai tesis Weber tentang etika Protestantisme, yang menyitir kegiatan bisnis sebagai tanggungjawab manusia terhadap Tuhan mengutipnya dari ajaran Islam.
            Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis.
            Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran (QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia.
            Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits). Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal ”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits). Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34).
Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat” (Hadits).
            Proses pembuatan suatu produk tidak boleh melanggar hukum apalagi membahayakan kesehatan orang-orang.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1.  Argumen Pribadi akan Praktek pembuatan saus yang baik

Sudah menjadi hal lumrah, bila orang tua selalu memberi uang jajan kepada anaknya setiap hari. Kita pun tidak bisa mengelak; jajan di luar rumah memang mengasyikkan.  Jajanan di luar, semestinya dapat mengganjal rasa lapar dan haus selama di luar. Dengan asupan nutrisi, murid pun mendapat tambahan energi sehingga berkonsentrasi dalam belajar.Akan tetapi, pada praktik di lapangan, penggunaan bahan kimia berbahaya, seperti campuran bahan-bahan busuk dalam pembuatan saus makanan dan bahan-bahan lainnya  ternyata sengaja atau tidak sengaja menjadi konsumsi generasi kita.  Dampak pendeknya terasa pusing dan mual. Bahan-bahan ini bila terakumulasi pada tubuh dan bersifat karsinogenik memicu bahaya laten kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Efek karsinogenik juga ditimbulkan dari penggunaan minyak goreng bekas (jelantah) dipakai berkali-kali. Pendeknya, bila hal ini terus dibiarkan, generasi mendatang memanggul risiko persoalan kesehatan serius di masa depan. Salah Siapa?
a).  Pihak sekolah diharapkan dapat menggiatkan kembali unit berbasis kesehatan,semisal UKS (Usaha Kesehatan Sekolah), PMR atau dokter kecil (bagi anak-anak Kita).         
 b). Kedua, pemberdayaan kantin sekolah sebagai parameter sekaligus pembelajaran dalam menyajikan jajanan bersih, sehat, dan bergizi. Dengan demikian, di kantin sekolah tidak bakal  dijumpai rokok, makanan kadaluarsa atau beralkohol, juga mengandung bahan berbahaya. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dituntut peran sertanya. Seyogyanya secara berkala melakukan sosialisasi, monitoring dan melakukan uji sampel terhadap jajanan anak di sekolah. Daripada menguber-uber PKL atau  pedagang sebaiknya mereka diberikan pengetahuan  tentang bahan pangan yang higienis, pemrosesan hingga pengemasan, termasuk pengetahuan tentang bahan kimia dilarang bagi pangan dan dampak pengunaannya serta sanksi hukumnya.
Hendaknya, Pemerintah membuat kembali suatu aturan yang lebih tegas dan mengikat tentang praktek-praktek seperti ini. Kemudian, pemberdayaan polisi dan inteligen untuk menginspeksi semua jenis kasus seperti ini; mencabut ijin usaha, memberikan sanksi tegas dan memperketat pengawasan. Tidak hanya ancaman dari dalam negeri saja, namun juga ancaman dari luar negeri. Karena, peredaran-peredaran saus-saus palsu seperti ini juga sangat berkembang di negara-negara seperti Cina dan Taiwan.
            Sungguh menyedihkan jika banyak ditemukan anak-anak Indonesia sekarat meregang nyawa karena mengkonsumsi saus-saus ini.  Mungkin akan semakin banyak Kita temui keterbelakangan mental, gizi  buruk, penyakit-penyakit mengerikan dan sebagainya.


BAB IV
PENUTUP

Dari pembahasan di atas kita tahu bahwa perilaku etis dan kepercayaan (trust) dapat mempengaruhi operasi perusahaan. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
1.      Kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang
teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.
2.      Product recall dapat dilihat sebagai bagian dari etika perusahaan yang menjunjung tinggi keselamatan konsumen. Dalam jangka panjang, etika semacam itu justru akan menguntungkan perusahaan.

Maka dari itu, sebaiknya perusahaan memproduksi dengan menggunakan bahan-bahan yang layak untuk dikonsumsi  oleh konsumen, sehingga konsumen akan merasa nyaman, puas, serta tidak khawatir  dan tidak berpindah ke produk sejenis lainnya.
Para pelaku bisnis harus mempertimbangkan standar etika demi kebaikan dan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.